gangguan mental minor dalam kehamilan trimester I

Gangguan mental minor dalam kehamilan trimester I

Beberapa peneliti mengatakan bahwa bangkitan epilepsi lebih sering terjadi pada kehamilan, terutama pada trimester I dan hanya sedikit meningkat trimester III. Meningkatnya frekwensi serangan kejang pada wanita penyandang epilepsi selama kehamilan ini disebabkan oleh:
A.      Perubahan hormonal
Kadar estrogen dan progesteron dalam plasma darah akan meningkat secara bertahap selama kehamilan dan mencapai puncaknya pada trimester ketiga. Sedangkan kadar hormon khorionik gonadotropin mencapai puncak pada kehamilan trimester pertama yang kemudian menurun terus sampai akhir kehamilan. Seperti diketahui bahwa serangan kejang pada epilepsi berkaitan erat dengan rasio estrogen-progesteron, sehingga wanita penyandang epilepsi dengan rasio estrogen-progesteron yang meningkat akan lebih sering mengalami kejang dibandingkan dengan yang rasionya menurun. Kerja hormon estrogen adalah menghambat transmisi GABA (dengan merusak enzim glutamat dekarboksilase). Sedangkan kita ketahui bahwa GABA merupakan neurotransmiter inhibitorik, sehingga nilai ambang kejang makin rendah dengan akibat peningkatan kepekaan untuk terjadinya serangan epilepsi. Sebaliknya
kerja hormon progesteron adalah menekan pengaruh glutamat sehingga menurunkan kepekaan untuk terjadinya serangan epilepsi.
B.      Perubahan metabolik
Adanya kenaikan berat badan pada wanita hamil yang disebabkan retensi air dan garam serta perubahan metabolik seperti terjadinya perubahan metabolisme di hepar yang dapat mengganggu metabolisme obat anti epilepsi (terutama proses eliminasi), terjadinya alkalosis respiratorik dan hipomagnesemia. Keadaan ini dapat menimbulkan kejang, meskipun masih selalu diperdebatkan.
C.      Deprivasi tidur
Wanita hamil sering mengalami kurang tidur yang disebabkan beberapa keadaan seperti rasa mual muntah, nyeri pinggang, gerakan janin dalam kandungan, nokturia akibat tekanan pada kandung kencing dan stress psikis. Semuanya ini dapat meningkatkan serangan kejang.
Mual muntah yang sering pada kehamilan trimester pertama dapat mengganggu pencernaan dan absorbsi obat anti epilepsi. Dimethicone merupakan salah satu obat yang sering digunakan untuk hiperasiditas, gastritis, dyspepsia, ulkus duodenal dan abdominal distention dapat menurunkan absorbsi phenytoin sebanyak 71%. Kaolin menurunkan absorbsi sebanyak 60% dan magnesium trisilikat efeknya tidak nyata. Tonus lambung dan pergerakannya menurun pada kehamilan sehingga menghambat pengosongan lambung.
D.     Perubahan farmakokinetik pada obat anti epilepsi
Penurunan kadar obat anti epilepsi ini disebabkan oleh beberapa keadaan antara lain berkurangnya absorbsi (jarang), meningkatnya volume distribusi, penurunan protein binding plasma, berkurangnya kadar albumin dan meningkatnya kecepatan drug clearance pada trimester terakhir.
Penurunan serum albumin sesuai dengan bertambahnya usia gestasi mempengaruhi kadar plasma obat anti epilepsi, sehingga obat anti epilepsi yang terikat dengan protein berkurang dan menyebabkan peningkatan obat anti epilepsi bebas. Namun obat anti epilepsi ini akan cepat dikeluarkan sesuai dengan meningkatnya drug clearance yang disebabkan oleh induksi enzim mikrosom hati akibat peningkatan hormon steroid
(estrogen dan progesteron). Pada umumnya dalam beberapa hari-minggu setelah partus kadar obat anti epilepsi akan kembali normal.
E.        Suplementasi asam folat
Penurunan asam folat (37%) dalam serum darah dapat ditemukan pada penderita yang telah lama mendapat obat anti epilepsi, pada kehamilan trimester ketiga menjelang partus dan pada masa puerperium bagi ibu hamil yang sebelumnya tidak pernah mendapat suplemen asam folat. Wanita hamil dengan epilepsi lebih mungkin menjadi anemia 11% (anemia mikrositer), karena sebagian besar obat anti epilepsi yang dikonsumsi berperan sebagai antagonis terhadap asam folat dan juga didapatkan thrombositopenia.29
Suplementasi asam folat dapat mengganggu metabolisme obat anti epilepsi (phenytoin dan phenobarbital) sehingga mempengaruhi kadarnya dalam plasma. Namun dapat dikatakan tidak sampai meningkatkan jumlah serangan kejang.
Rendahnya asam folat selama kehamilan mempunyai risiko terjadinya insiden abortus spontan dan anomali neonatal, gangguan perkembangan pada bayi yang dilahirkan.5 Jadi walaupun terdapat sedikit kekhawatiran terhadap pemberian asam folat namun dosis rendah minimal 0,4 mg/hari tiap hari secara teratur masih dianggap aman dan dapat dilanjutkan selama kehamilan pada wanita penyandang epilepsi. Dosis tinggi (4 mg/hari) diberikan pada wanita hamil yang sebelumnya melahirkan anak dengan kelainan neural tube defect, terutama wanita yang mendapat obat anti epilepsi asam valproat dan karbamazepin.
F.       Psikologik (stres dan ansietas)
Stres dan ansietas sering berhubungan dengan peningkatan jumlah terjadinya serangan kejang. Keadaan ini sering disertai dengan gangguan tidur, hiperventilasi, gangguan nutrisi dan gangguan psikologik sekunder.
G.     Penggunaan alkohol dan zat
Penggunaan alkohol yang berlebihan akan menginduksi enzim hati dan menurunkan kadar plasma obat anti epilepsi (phenobarbital, phenytoin dan karbamazepin) sehingga timbul kejang. Disamping itu intoksikasi alkohol mapun obat-obatan terlarang akan menyebabkan gangguan siklus tidur normal sehingga meningkatkan frekwensi kejang. Hal lain yang meningkatkan frekwensi serangan kejang pada wanita penyandang epilepsi selama kehamilan adalah faktor kesengajaan menghentikan makan obat karena takut efek obat terhadap janin yang dikandungnya


2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Postingannya bangus, bermanfaat banget..ditunggu postingan terbarunya

    BalasHapus